Jumat, 13 Desember 2013

Cintaku Di Atas Aksara Hati

Tanganku meraih salah satu karya diatas tumpukkan berdebu, satu karya dari seorang penulis legendaries kala itu, Melina S. dengan judulnya Romantis, aku sangat penasaran dengan judulnya, walau usang namun tidak membuatku acuh melihatnya.

Pagi itu perpustakaan tidak begitu ramai, seperti biasa hanya segelintir siswa yang duduk serius untuk sekedar membaca buku. Aku senang dengan suasana seperti ini, tenang, membuat pikiran lebih segar, apalagi ketika sebuah buku ditanganku dan langsung aku santap, mulai deh imajinasiku melayang entah kemana, maklum aku penyuka cerita fiksi.

“Buku apalagi San ? antusias banget sih ngambilnya” Tanya Indah.
Indah Saraswati, sahabatku yang cantiknya minta ampun, pinternya gak ketulungan, dan gayanya santai abis, selalu bersamaku kemanapun.  Dia adalah orang yang paling setia menemaniku menikmati fiksi-fiksi dari penulis manapun. Dia sering memberiku referensi fiksi yang bagus, memang dia sahabat yang setia selama dua tahun ini.

Kenalkan namaku Sandra Giandra, duduk di kelas 10 IPA 1 SMA Budi Luhur bersama Indah, kata Indah aku ini orangnya terlalu melankolis, gampang terhanyut perasaan, dan suka jayus alias ngelucu garing, tapi biarpun begitu, aku ini setia sama teman dan selalu peka sama perasaan orang lain, ya itulah pernyataan yang pernah Indah bilang sama aku.

“Fiksi dari Melina S. nih judulnya Romantis, kayanya sih isinya juga romantis, hehe” jawabku sambil membawa buku itu untuk di pinjam.
“Oh, yaudah yuk ke kelas, gue dapet buku keren nih, judulnya Perkembangan Sains di Indonesia”
“Dasar ya anak pinter, bacanya yang kaya begituan terus”

Setelah beberapa lama kami memilih buku, akhirnya buku itu udah di tangan kami, dan langsung kami pinjam untuk seminggu. Memang jangka waktu untuk meminjam buku di perpus tidak boleh lebih dari seminggu.
Sampai di kelas, bell masuk berbunyi, saatnya Matematika, pelajaran Indah banget itu, dan sekarang giliran Indah yang antusias mengambil buku Matematika dari tasnya.

Beberapa jam berlalu, bell istirahat berbunyi, udah gak sabar buat menikmati siomay dan es jeruk Bu Juan, yang enaknya gak ketulungan. Kantin Time…
“San, lo tau gak sih ? kata Dina di sekolah kita ada cowok cakep lho !” Indah tiba-tiba datang, dan duduk di sebelahku.
“Ah masa sih, bukannya semua cowok itu cakep ya, kalau cantik, cewek dong” jawabku
“Kan jayusnya mulai deh, ini serius”
“Emang siapa sih ? penasarankan jadinya”
“Kata Dina ada cowok cakep, cool, keren, pinter, tajir, kakak kelas kita, kelas 12 IPA 1 namanya Angga Widiantara”
“Itu kata Dina kan ? kok lo langsung percaya aja ? cakepkan relatif”
“Masalahnya gue udah liat orangnya, gue udah tau, dan emang cakep dan cool, kelihatannya juga orang kaya, dan kemana-mana suka bawa buku”
“Oh…”
“Nah, Nah itu San kak Angga, liat deh !” Indah menunjuk pada seorang cowok, dengan earphone di telinganya dan sebuah buku di tangannya.
“Itu ? kelihatannya sih begitu San, tapi gue rasa dia cuek abis”
“Iya”
Karena desakkan Indah agar aku memperhatikan Kak Angga, mau gak mau aku memperhatikannya, aku berusaha mencari apa yang special darinya ?
“Liat San, itu cewek- cewek centil ya, udah tau Kak Angga cuekkin, tapi masih aja ngejer- ngejer di belakangnya, kaya buntut aja”
Aku tak menghirau kata-kata Indah, aku terkejut melihatnya, melihat sebuah buku di tangannya, buku fiksi. Dia penyuka buku fiksi ? cowok secuek itu suka  buku fiksi ? ah rasanya aneh. Itu seperti security yang menangis tiba-tiba, lucu sangat lucu.
“Ndah, lo liat deh buku apa yang dia pegang, Fiksi dari Galia R. Yan, isinya kan sedih mellow semua, lo yakin dia orangnya cuek dan cool ?”
“Iya San, tapi liat aja gayanya cool”
“Gue merasa dia orangnya melankolis, gak mungkin orang yang baca fiksi Galia R. Yan itu cuek, pasti dia orangnya……..”
“Yaudah siomaynya dingin tuh, es jeruknya jadi anget ntar” Indah memotong pembicaraanku
“Yah jayus deh”
“Hahaha”

Semenjak percakapan di kantin bersama Indah tentang Kak Angga, sampai sekarang aku penasaran siapa Kak Angga sebenarnya ? aku gak yakin dia seorang cowok cool, melainkan dia juga seperti apa yang Indah utarakan tentang aku, dia seorang melankolis.

Fiksi dari Galia R. Yan itu mellow semua, ketika pertama aku baca fiksinya, yaitu buku yang Kak Angga pegang kemarin, aku sampai menangis tak tertahankan, dan galau berhari-hari, sampai-sampai Indah membelikanku Fiksi comedy untuk menghilangkan kegalauan itu.

Yup, saking sibuknya memikirkan siapa Kak Angga, aku sampai lupa dengan buku yang kemarin aku pinjam di perpus, padahal penasaran banget. Hari ini akan kuhabiskan waktukku khusus baca fiksi dari Melina S. ini, akan kujadikan hari minggu ini, minggu dimana imajinasiku on air.

Satu persatu halaman kubuka dan kubaca, keren, sungguh keren isinya, benar- benar romantis ceritanya, sesuai dengan judulnya. Seorang cewek bodoh menyukai cowok pintar dan dia hanya bisa melihat, memimpikan dan menunggunya, karena sang cowok itu tak pernah kenal dan menganggapnya, hingga suatu saat mereka berkenalan di salah satu rumah sakit, adik cowok itu menderita kanker darah dan harus membutuhkan donor……. Bla.. bla.. bla..

Keseruanku berakhir ketika aku menemukan secarik kertas lusuh berwarna hitam di halaman 17, langsung ku buka isinya dan… sebuah puisi berjudul 17.
17
Masaku akan tiba 2 tahun lagi
Sebuah usia dimana aku telah dewasa nanti
Harapan serta doa keluarga mengalun dalam nadi
Tapi dimana cintaku dalam hati ?
Apa mungkin aku menemukannya di 17 nanti ?
Ataukan kamu yang membacanya saat ini ?
Dan aku hanya bisa berdoa,
 Biarkan aku dan kamu dipertemukan dalam sebuah fiksi terindah di dunia ini

Yang terhanyut dalam cerita ini, ( 28 juli 1996 ).

Haduh, ada- ada aja ya orang se-iseng ini, sampai nulis puisi dan berharap cintanya datang, plis deh… sesukanya aku dengan fiksi gak perlu se- ekstrim ini dong, berharap banget deh cintanya di pertemukan karena sebuah fiksi.

Ada tanggal lahir penulis puisinya, 28 Juli 1996, yup tepat kemarin dia berulang tahun di usianya yang ke 17, kira- kira sampai saat ini dia udah menemukan cintanya belum ya ? udah ah lupakan, aku masih ingin menikmati fiksi dari Melina S. ini.

Aku berlari menuju ruang kelas, karena udah gak sabar buat cerita tentang puisi 17 itu pada Indah. Namun, brukkk… aku terjatuh menabrak seseorang, aku segera membereskan fiksi- fiksiku yang berceceran di lantai.

“Sorry, sorry” orang itu memabantuku memberekan buku-bukuku. Aku langsung melihat siapa yang menabrakku tadi, dan trala… dia Kak Angga.

“Kamu penyuka fiksi ?” Tanya Kak Angga.

“Iya” aku menjawab seadanya, dia masih di depanku, terdiam melihat salah satu fiksiku, kudapati wajahnya begitu kaget, entah apa yang ia pikirkan, tapi aku rasa ada sesuatu. Aku mencoba berdiri, dan Kak Angga masih terduduk, seperti orang terkejut.

“Kak, Kak… Makasih ya, saya duluan” kataku membuyarkan lamunannya, dan pergi meninggalkannya.

“Tunggu !” Kak Angga memegang tanganku, menjegat aku untuk pergi.

“Siapa nama kamu ?” Tanya Kak Angga.

“Sandra”

“Sejak kapan kamu suka fiksi dan meminjam buku perpus ini ?” tanya Kak Angga dengan matanya yang berkaca-kaca, dan aku hanya bingung, ada apa semua ini ?

“Sejak saya bermimpi atas seseorang dalam fiksi saya Kak”

“Sandra, kamu adalah fiksi saya sesungguhnya” aku terkejut mendengar pernyataannya tadi.

“Maksud kakak ?”

“Fiksi Melina S. , dan secarik kertas hitam itu adalah satu-satunya harapan saya tentang cinta saya”

Aku terkejut, aku merasa listrik 10.000 volt menyerangku, pernyataan itu, sikap itu, membuat hatiku bergetar, apa mungkin Kak Angga itu ?

“28 Juli 1996, penulis puisi 17, seseorang yang terhanyut dalam fiksi Melina S. , dan harapan cinta itu…Apa maksudnya ?” Tanyaku pada Kak Angga.

Tiba- tiba Kak Angga memelukku, meneteskan air matanya, akupun juga begitu, cairan hangat itu membasahi pundak kak Angga, cowok cool itu menjadi melankolis di hadapanku.

“Ya, fiksiku telah dimulai, kamu dan saya adalah tokohnya, saya penulis puisi 17 itu, karena saya terlalu terhanyut dalam cerita fiksi- fiksi itu, fiksi Melina S. membuat saya yakin akan cinta sejati”

Aku berusaha melepas pelukannya, aku hanya mau terhanyut dalam cerita fiksi, bukan non fiksi seperti ini, aku langsung berlalu menuju kelas, aku menangis, aku tak mau ini terjadi, karena aku masih ingin menikmati cerita panjang fiksi ini.

“Indah…” di ruang kelas aku memeluk Indah, pelukkan Indah biasanya selalu menyadarkanku tentang hidupku sesungguhnya bukan imajinasi tak bertanggung jawab itu.

“Ada apa San ?”

“Fiksi itu mempertemukanku pada seseorang” kataku sambil memelukknya dengan erat, dan kubiarkan air mataku mengalir di pundak sahabatku itu.

“Apa maksudnya, Sandra ? aku gak ngerti”

“Secarik kertas hitam ini, karya Kak Angga,  tentang harapannya pada cintanya agar dipertemukan pada salah satu fiksi, dia memelukku tadi. Sejak ia menulis puisi itu 2 tahun lalu, dan akulah orang yang membacanya pertama”

Tiba-tiba Kak Angga datang menghampiriku, dan semua murid di kelas terkejut karena cowok idaman mereka hadir di dalam kelasnya.

“Sandra maafkan saya, saya terlalu terhanyut dalam imajinasi, terhanyut pada mimpi saya pada suatu malam 2 tahun lalu”

Aku melepaskan pelukanku pada Sandra, aku menghampiri Kak Angga, aku berusaha memperjelas semuanya.

“Apa Kak Angga tau ? saya pernah bermimpi disuatu malam, cintaku hadir pada salah satu fiksi yang saya baca, dan ternyata itu terjadi, jangan minta maaf  karena gak ada yang salah” Kudapati raut wajah Kak Angga begitu berbinar seakan mengisyaratkan bahwa dialah mimpi itu.

“Hah ? kamu benar- benar meyakinkan saya atas cinta saya Sandra”

“Tapi saya ingin di cintai karena saya, karena kehidupan asli saya, karena hati saya, dan karena Tuhan, bukan karena fiksi, bukan karena kebetulan itu, dan bukan karena imajinasi”

“Saya tau, tapi entah mengapa, saat ini hati saya memilih kamu”

“Saya merasakan apa yang Kak Angga rasakan, saya tau itu”

“Sandra, maukah kamu menjadi tokoh dalam fiksi saya sesungguhnya ?”

“Kak, biarkan cinta asli ini mengalir dan disatukan saatnya nanti” 

Aku pergi meninggalkannya, dan menangis sejadi- jadinya, aku tidak tau harus berbuat apa, aku bisa menjadi orang paling melankolis jika dihadapkan pada sebuah fiksi, aku bisa menjadi orang tergalau jika dihadapkan sebuah cinta yang datang disaat yang tak terduga, dan kini aku hanya bisa menghindar, dan membiarkan hatiku untuk tetap ada pada kenyataan.

Perbincangan 3 tahun yang lalu itu adalah penutup klimaks dalam fiksiku, fiksiku masih berakhir dalam klimaks, belum berlanjut lagi, dan terhenti. Biarkan aku hidup pada kisahku yang asli, bukan kisah tak bertanggung jawab ini. Hubunganku dengan Kak Angga masih terombang ambing dalam ombak lautan, kami berpisah, tidak satu universitas, seperti sebelumnya aku masih bersama Indah. Walaupun aku dan Kak Angga berpisah, tapi kami masih berhubungan, hanya goresan tinta pada ribuan surat yang  menorehkan segala perasaan cinta kami.

By : Assyifa Restu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk lebih lanjut, silahkan poskan komentar..