Tanganku
meraih salah satu karya diatas tumpukkan berdebu, satu karya dari seorang
penulis legendaries kala itu, Melina S. dengan judulnya Romantis, aku sangat
penasaran dengan judulnya, walau usang namun tidak membuatku acuh melihatnya.
Pagi itu
perpustakaan tidak begitu ramai, seperti biasa hanya segelintir siswa yang
duduk serius untuk sekedar membaca buku. Aku senang dengan suasana seperti ini,
tenang, membuat pikiran lebih segar, apalagi ketika sebuah buku ditanganku dan
langsung aku santap, mulai deh imajinasiku melayang entah kemana, maklum aku
penyuka cerita fiksi.
“Buku
apalagi San ? antusias banget sih ngambilnya” Tanya Indah.
Indah
Saraswati, sahabatku yang cantiknya minta ampun, pinternya gak ketulungan, dan
gayanya santai abis, selalu bersamaku kemanapun. Dia adalah orang yang paling setia menemaniku
menikmati fiksi-fiksi dari penulis manapun. Dia sering memberiku referensi
fiksi yang bagus, memang dia sahabat yang setia selama dua tahun ini.
Kenalkan
namaku Sandra Giandra, duduk di kelas 10 IPA 1 SMA Budi Luhur bersama Indah,
kata Indah aku ini orangnya terlalu melankolis, gampang terhanyut perasaan, dan
suka jayus alias ngelucu garing, tapi biarpun begitu, aku ini setia sama teman
dan selalu peka sama perasaan orang lain, ya itulah pernyataan yang pernah
Indah bilang sama aku.
“Fiksi
dari Melina S. nih judulnya Romantis, kayanya sih isinya juga romantis, hehe”
jawabku sambil membawa buku itu untuk di pinjam.
“Oh,
yaudah yuk ke kelas, gue dapet buku keren nih, judulnya Perkembangan Sains di
Indonesia”
“Dasar
ya anak pinter, bacanya yang kaya begituan terus”
Setelah
beberapa lama kami memilih buku, akhirnya buku itu udah di tangan kami, dan
langsung kami pinjam untuk seminggu. Memang jangka waktu untuk meminjam buku di
perpus tidak boleh lebih dari seminggu.
Sampai
di kelas, bell masuk berbunyi, saatnya Matematika, pelajaran Indah banget itu,
dan sekarang giliran Indah yang antusias mengambil buku Matematika dari tasnya.
Beberapa
jam berlalu, bell istirahat berbunyi, udah gak sabar buat menikmati siomay dan
es jeruk Bu Juan, yang enaknya gak ketulungan. Kantin Time…
“San,
lo tau gak sih ? kata Dina di sekolah kita ada cowok cakep lho !” Indah
tiba-tiba datang, dan duduk di sebelahku.
“Ah
masa sih, bukannya semua cowok itu cakep ya, kalau cantik, cewek dong” jawabku
“Kan
jayusnya mulai deh, ini serius”
“Emang
siapa sih ? penasarankan jadinya”
“Kata
Dina ada cowok cakep, cool, keren, pinter, tajir, kakak kelas kita, kelas 12
IPA 1 namanya Angga Widiantara”
“Itu
kata Dina kan ? kok lo langsung percaya aja ? cakepkan relatif”
“Masalahnya
gue udah liat orangnya, gue udah tau, dan emang cakep dan cool, kelihatannya
juga orang kaya, dan kemana-mana suka bawa buku”
“Oh…”
“Nah,
Nah itu San kak Angga, liat deh !” Indah menunjuk pada seorang cowok, dengan
earphone di telinganya dan sebuah buku di tangannya.
“Itu
? kelihatannya sih begitu San, tapi gue rasa dia cuek abis”
“Iya”
Karena
desakkan Indah agar aku memperhatikan Kak Angga, mau gak mau aku
memperhatikannya, aku berusaha mencari apa yang special darinya ?
“Liat
San, itu cewek- cewek centil ya, udah tau Kak Angga cuekkin, tapi masih aja
ngejer- ngejer di belakangnya, kaya buntut aja”
Aku
tak menghirau kata-kata Indah, aku terkejut melihatnya, melihat sebuah buku di
tangannya, buku fiksi. Dia penyuka buku fiksi ? cowok secuek itu suka buku fiksi ? ah rasanya aneh. Itu seperti
security yang menangis tiba-tiba, lucu sangat lucu.
“Ndah,
lo liat deh buku apa yang dia pegang, Fiksi dari Galia R. Yan, isinya kan sedih
mellow semua, lo yakin dia orangnya cuek dan cool ?”
“Iya
San, tapi liat aja gayanya cool”
“Gue
merasa dia orangnya melankolis, gak mungkin orang yang baca fiksi Galia R. Yan
itu cuek, pasti dia orangnya……..”
“Yaudah
siomaynya dingin tuh, es jeruknya jadi anget ntar” Indah memotong pembicaraanku
“Yah
jayus deh”
“Hahaha”
Semenjak
percakapan di kantin bersama Indah tentang Kak Angga, sampai sekarang aku
penasaran siapa Kak Angga sebenarnya ? aku gak yakin dia seorang cowok cool,
melainkan dia juga seperti apa yang Indah utarakan tentang aku, dia seorang
melankolis.
Fiksi
dari Galia R. Yan itu mellow semua, ketika pertama aku baca fiksinya, yaitu
buku yang Kak Angga pegang kemarin, aku sampai menangis tak tertahankan, dan
galau berhari-hari, sampai-sampai Indah membelikanku Fiksi comedy untuk
menghilangkan kegalauan itu.
Yup,
saking sibuknya memikirkan siapa Kak Angga, aku sampai lupa dengan buku yang
kemarin aku pinjam di perpus, padahal penasaran banget. Hari ini akan
kuhabiskan waktukku khusus baca fiksi dari Melina S. ini, akan kujadikan hari
minggu ini, minggu dimana imajinasiku on air.
Satu
persatu halaman kubuka dan kubaca, keren, sungguh keren isinya, benar- benar romantis
ceritanya, sesuai dengan judulnya. Seorang cewek bodoh menyukai cowok pintar
dan dia hanya bisa melihat, memimpikan dan menunggunya, karena sang cowok itu
tak pernah kenal dan menganggapnya, hingga suatu saat mereka berkenalan di
salah satu rumah sakit, adik cowok itu menderita kanker darah dan harus
membutuhkan donor……. Bla.. bla.. bla..
Keseruanku
berakhir ketika aku menemukan secarik kertas lusuh berwarna hitam di halaman
17, langsung ku buka isinya dan… sebuah puisi berjudul 17.
17
Masaku akan tiba 2 tahun lagi
Sebuah
usia dimana aku telah dewasa nanti
Harapan
serta doa keluarga mengalun dalam nadi
Tapi
dimana cintaku dalam hati ?
Apa
mungkin aku menemukannya di 17 nanti ?
Ataukan
kamu yang membacanya saat ini ?
Dan
aku hanya bisa berdoa,
Biarkan aku dan kamu dipertemukan dalam sebuah
fiksi terindah di dunia ini
Yang
terhanyut dalam cerita ini, ( 28 juli 1996 ).
Haduh, ada- ada
aja ya orang se-iseng ini, sampai nulis puisi dan berharap cintanya datang,
plis deh… sesukanya aku dengan fiksi gak perlu se- ekstrim ini dong, berharap
banget deh cintanya di pertemukan karena sebuah fiksi.
Ada tanggal lahir
penulis puisinya, 28 Juli 1996, yup tepat kemarin dia berulang tahun di usianya
yang ke 17, kira- kira sampai saat ini dia udah menemukan cintanya belum ya ?
udah ah lupakan, aku masih ingin menikmati fiksi dari Melina S. ini.
Aku berlari menuju
ruang kelas, karena udah gak sabar buat cerita tentang puisi 17 itu pada Indah.
Namun, brukkk… aku terjatuh menabrak seseorang, aku segera membereskan fiksi-
fiksiku yang berceceran di lantai.
“Sorry, sorry”
orang itu memabantuku memberekan buku-bukuku. Aku langsung melihat siapa yang
menabrakku tadi, dan trala… dia Kak Angga.
“Kamu penyuka
fiksi ?” Tanya Kak Angga.
“Iya” aku menjawab
seadanya, dia masih di depanku, terdiam melihat salah satu fiksiku, kudapati
wajahnya begitu kaget, entah apa yang ia pikirkan, tapi aku rasa ada sesuatu.
Aku mencoba berdiri, dan Kak Angga masih terduduk, seperti orang terkejut.
“Kak, Kak… Makasih
ya, saya duluan” kataku membuyarkan lamunannya, dan pergi meninggalkannya.
“Tunggu !” Kak
Angga memegang tanganku, menjegat aku untuk pergi.
“Siapa nama kamu
?” Tanya Kak Angga.
“Sandra”
“Sejak kapan kamu
suka fiksi dan meminjam buku perpus ini ?” tanya Kak Angga dengan matanya yang
berkaca-kaca, dan aku hanya bingung, ada apa semua ini ?
“Sejak saya
bermimpi atas seseorang dalam fiksi saya Kak”
“Sandra, kamu
adalah fiksi saya sesungguhnya” aku terkejut mendengar pernyataannya tadi.
“Maksud kakak ?”
“Fiksi Melina S. ,
dan secarik kertas hitam itu adalah satu-satunya harapan saya tentang cinta
saya”
Aku terkejut, aku
merasa listrik 10.000 volt menyerangku, pernyataan itu, sikap itu, membuat
hatiku bergetar, apa mungkin Kak Angga itu ?
“28 Juli 1996,
penulis puisi 17, seseorang yang terhanyut dalam fiksi Melina S. , dan harapan
cinta itu…Apa maksudnya ?” Tanyaku pada Kak Angga.
Tiba- tiba Kak
Angga memelukku, meneteskan air matanya, akupun juga begitu, cairan
hangat itu membasahi pundak kak Angga, cowok cool itu menjadi melankolis di
hadapanku.
“Ya, fiksiku telah
dimulai, kamu dan saya adalah tokohnya, saya penulis puisi 17 itu, karena saya
terlalu terhanyut dalam cerita fiksi- fiksi itu, fiksi Melina S. membuat saya
yakin akan cinta sejati”
Aku berusaha
melepas pelukannya, aku hanya mau terhanyut dalam cerita fiksi, bukan non fiksi
seperti ini, aku langsung berlalu menuju kelas, aku menangis, aku tak mau ini
terjadi, karena aku masih ingin menikmati cerita panjang fiksi ini.
“Indah…” di ruang
kelas aku memeluk Indah, pelukkan Indah biasanya selalu menyadarkanku tentang
hidupku sesungguhnya bukan imajinasi tak bertanggung jawab itu.
“Ada apa San ?”
“Fiksi itu
mempertemukanku pada seseorang” kataku sambil memelukknya dengan erat, dan
kubiarkan air mataku mengalir di pundak sahabatku itu.
“Apa maksudnya, Sandra ? aku gak ngerti”
“Secarik kertas
hitam ini, karya Kak Angga, tentang harapannya pada cintanya agar dipertemukan pada
salah satu fiksi, dia memelukku tadi. Sejak ia menulis puisi itu 2 tahun lalu,
dan akulah orang yang membacanya pertama”
Tiba-tiba Kak
Angga datang menghampiriku, dan semua murid di kelas terkejut karena cowok
idaman mereka hadir di dalam kelasnya.
“Sandra maafkan
saya, saya terlalu terhanyut dalam imajinasi, terhanyut pada mimpi saya pada
suatu malam 2 tahun lalu”
Aku melepaskan
pelukanku pada Sandra, aku menghampiri Kak Angga, aku berusaha memperjelas
semuanya.
“Apa Kak Angga tau
? saya pernah bermimpi disuatu malam, cintaku hadir pada salah satu fiksi yang saya baca, dan ternyata itu terjadi, jangan minta maaf karena gak ada yang salah” Kudapati raut wajah Kak Angga begitu berbinar seakan mengisyaratkan bahwa dialah mimpi itu.
“Hah ? kamu benar-
benar meyakinkan saya atas cinta saya Sandra”
“Tapi saya ingin di
cintai karena saya, karena kehidupan asli saya, karena hati saya, dan karena
Tuhan, bukan karena fiksi, bukan karena kebetulan itu, dan bukan karena imajinasi”
“Saya tau, tapi
entah mengapa, saat ini hati saya memilih kamu”
“Saya merasakan apa
yang Kak Angga rasakan, saya tau itu”
“Sandra, maukah kamu
menjadi tokoh dalam fiksi saya sesungguhnya ?”
“Kak, biarkan cinta
asli ini mengalir dan disatukan saatnya nanti”
Aku pergi meninggalkannya, dan menangis sejadi- jadinya, aku tidak tau harus berbuat apa, aku bisa menjadi orang paling melankolis jika dihadapkan pada sebuah fiksi, aku bisa menjadi orang tergalau jika dihadapkan sebuah cinta yang datang disaat yang tak terduga, dan kini aku hanya bisa menghindar, dan membiarkan hatiku untuk tetap ada pada kenyataan.
Perbincangan 3
tahun yang lalu itu adalah penutup klimaks dalam fiksiku, fiksiku masih
berakhir dalam klimaks, belum berlanjut lagi, dan terhenti. Biarkan aku hidup
pada kisahku yang asli, bukan kisah tak bertanggung jawab ini. Hubunganku
dengan Kak Angga masih terombang ambing dalam ombak lautan, kami berpisah,
tidak satu universitas, seperti sebelumnya aku masih bersama Indah. Walaupun aku dan Kak Angga berpisah, tapi kami masih berhubungan, hanya goresan tinta pada ribuan surat yang menorehkan segala perasaan cinta kami.
By : Assyifa Restu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk lebih lanjut, silahkan poskan komentar..